JAKARTA - Dengan pertimbangan untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 92 ayat (4) dan Pasal 107 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), Presiden Joko
Widodo pada tanggal 16 September 2015 telah menandatangani Peraturan
Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Dalam ketentuan umum PP itu disebutkan,
bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Aparatur Sipil Negara yang
selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang diangkat oleh pejabat
pembina kepegawaian, dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan
atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan
perundangundangan.
Adapun Jaminan Kecelakaan Kerja atau JKK
adalah perlindungan atas risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat
kerja berupa perawatan, santunan, dan tunjangan cacat. Sementara Jaminan
Kematian atau JKM adalah perlindungan atas risiko kematian bukan akibat
kecelakaan kerja berupa santunan kematian.
Menurut PP ini Pemberi Kerja
(penyelenggara negara yang mempekerjakan Pegawai ASN pada Pemerintah
Pusat dan pemerintah daerah) wajib memberikan perlindungan berupa JKK
dan JKM kepada Peserta (Pegawai ASN yang menerima Gaji yang dibiayai
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah kecuali Pegawai ASN di lingkungan Kementerian Pertahanan
dan Pegawai ASN di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia).
“Kewajiban Pemberi Kerja sebagaimana
dimaksud pada meliputi pendaftaran Peserta dan pembayaran Iuran,” bunyi
Pasal 3 ayat (2) PP tersebut.
Kepesertaan untuk Peserta sebagaimana
dimaksud dimulai sejak tanggal pengangkatan dan Gajinya dibayarkan, dan
berakhir apabila Peserta: a. diberhentikan sebagai PNS; atau b. diputus
hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK.
“Peserta sebagaimana dimaksud merupakan
Peserta JKK dan JKM yang dikelola oleh PT Dana Tabungan dan Asuransi
Pegawai Negeri (Persero),” bunyi Pasal 7 PP tersebut.
Manfaat JKK menurut PP ini meliputi: a. perawatan; b. santunan; dan c. tunjangan cacat.
Perawatan sebagaimana dimaksud dalam PP
tersebut diberikan sesuai kebutuhan medis yang meliputi: a. pemeriksaan
dasar dan penunjang; b. perawatan tingkat pertama dan lanjutan; c. rawat
inap kelas I rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta yang setara;
d. perawatan intensif; e. penunjang diagnostik; f. pengobatan; g.
pelayanan khusus; h. alat kesehatan dan implant; i. jasa dokter/medis;
j. operasi; k. transfusi darah; dan/atau l. rehabilitasi medik.
“Perawatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan sampai dengan Peserta sembuh, dan dilakukan pada
rumah sakit Pemerintah, rumah sakit swasta, atau fasilitas perawatan
terdekat,” bunyi Pasal 11 ayat (2) PP tersebut.
Dalam hal perawatan sebagaimana dimaksud
tidak dapat dipenuhi, PP ini menegaskan, Peserta dapat diberikan
perawatan pada rumah sakit lain dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
PP ini menegaskan, dalam hal peserta
yang didiagnosis menderita Penyakit Akibat Kerja berdasarkan surat
keterangan dokter berhak atas manfaat JKK meskipun telah diberhentikan
dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun atau diputus hubungan
perjanjian kerja dengan hormat sebagai PPPK.
“Hak atas manfaat JKK sebagaimana
dimaksud diberikan apabila Penyakit Akibat Kerja timbul dalam jangka
waktu paling lama 5 (lima tahun) terhitung sejak tanggal diberhentikan
dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun atau diputus hubungan
perjanjian kerja dengan hormat sebagai PPPK,” bunyi Pasal 12 ayat (2) PP
Nomor 70 Tahun 2015 itu.
Adapun santunan yang diberikan meliputi:
a. penggantian biaya pengangkutan Peserta yang mengalami kecelakaan
kerja ke rumah sakit dan/atau ke rumah Peserta, termasuk biaya
pertolongan pertama pada kecelakaan; b. santunan sementara akibat
kecelakaan kerja; c. santunan cacat sebagian anatomis, cacat sebagian
fungsi, dan cacat total tetap; d. penggantian biaya rehabilitasi berupa
alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese) bagi Peserta yang
anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja; e.
penggantian biaya gigi tiruan; f. santunan kematian kerja; g. uang duka
tewas; h. biaya pemakaman; dan/atau i. bantuan beasiswa.
“Santunan kematian kerja sebagaimana
dimaksud diberikan kepada ahli waris dari Peserta yang tewas sebesar 60%
(enam puluh persen) dikali 80 (delapan puluh) Gaji terakhir yang
dibayarkan 1 (satu) kali,” bunyi Pasal 15 PP tersebut.
Adapun uang duka tewas diberikan kepada
ahli waris Peserta yang tewas, sebesar 6 (enam) kali Gaji terakhir yang
dibayarkan 1 (satu) kali. Biaya pemakaman diberikan oleh Pengelola
Program sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan dibayarkan 1
(satu) kali.
Sementara bantuan beasiswa diberikan
kepada Anak dari Peserta yang tewas dengan ketentuan: a. bagi Anak dari
Peserta yang masih duduk di sekolah tingkat dasar diberikan bantuan
beasiswa sebesar Rp45.000.000,00; b. bagi Anak dari Peserta yang masih
duduk di sekolah lanjutan tingkat pertama diberikan bantuan beasiswa
sebesar Rp35.000.000,00; c. bagi Anak dari Peserta yang masih duduk di
sekolah lanjutan tingkat atas diberikan bantuan beasiswa sebesar
Rp25.000.000,00; atau d. bagi Anak dari Peserta yang masih duduk di
pendidikan tingkat diploma, sarjana, atau setingkat diberikan bantuan
beasiswa sebesar Rp15.000.000,00.
Iuran JKK
Menurut PP ini, Iuran JKK (Jaminan
Kecelakaan Kerja) ditanggung oleh Pemberi Kerja, sebesar 0,24% (nol koma
dua puluh empat persen) dari Gaji Peserta setiap bulan, yang dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pembayaran Iuran JKK dan JKM berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 ini dilakukan terhitung mulai
bulan Juli 2015. Sementara manfaat JKK dan JKM berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini diberikan terhitung mulai tanggal 1 Juli 2015.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku
pada tanggal 1 Juli 2015,” bunyi Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 70
Tahun 2014 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H.
Laoly pada tanggal 17 September 2015 itu. (Pusdatin/ES)
Sumber : www.setkab.go.id